Eceng Gondok –Â Seringkali gulma dikeluhkan karena mengganggu pertanian. Hal itu karena kehadiran dan pertumbuhannya yang cepat kerap mengganggu lahan pertanian dan mengakibatkan menurunnya jumlah produksi yang diinginkan. Memang tumbuhan ini memiliki pertumbuhan luar biasa cepat karena mengandung tanaman umbi di dalamnya yang mampu bertahan berbulan-bulan.
Walau tanaman ini di tebas sampai habis, jika umbinya tertinggal maka tanaman tersebut akan tumbuh kembali dengan cepat. Butuh penanganan yang tepat, karena karakteristik tiap jenis tumbuhan pengganggu ini berbeda, maka penanganannya pun menjadi berbeda pula. Dengan karakter seperti inilah, gulma kerap menjadi musuh nomor satu para petani.
Belum lagi dengan jenis hama yang dengan pertumbuhannya yang luar biasa cepat, mampu mengganggu jalur lalu lintas air. Seperti di Kalimantan yang jalur sungainya kerap dijadikan lalu lintas air, kehadiran gulma seperti eceng gondok ini terasa sangat mengganggu karena menghalangi laju perahu, sehingga pada akhirnya mengganggu aktivitas perairan.
Walaupun hadir dengan sejumlah kerugian, eceng gondok sebetulnya jenis gulma yang bisa diberdayakan. Dengan sedikit kreativitas, enceng gondok juga ternyata dapat memberikan keuntungan.
Dengan penanganan yang tepat dan pengetahuan yang layak tentang pengelolaan eceng gondok, bukan tak mungkin eceng ini mampu menjadi bahan komoditas utama Indonesia yang memang lahan yang subur untuk tumbuh kembangnya eceng gondok. Namun, sebelum kita membahas lebih lanjut mengenai enceng gondok sebagai gulma berkomoditi ekspor, ada baiknya kita mengenal terlebih dahulu karakterisitik tumbuhan ini.
Eceng Gondok sebagai Hama
Gulma adalah tumbuhan yang tumbuh pada areal yang tidak dikehendaki tumbuh pada areal pertanaman, secara langsung maupun tidak langsung merugikan tanaman budidaya. Gulma mempunyai dua sifat, teknis dan plastis. Teknis, karena berkaitan dengan proses produksi suatu pertanian. Plastis, karena tidak mengikat kepada satu jenis spesies tumbuhan.
Namun beberapa spesies tumbuhan, seperti teki dan alang-alang sudah dikenal sebagai gulma utama. Kadang, tumbuhan berguna pun bisa masuk kategori ini, apabila menyimpang dari tujuan produksi awal. Contoh, tanaman kedelai yang tumbuh di antara tanaman jagung.
Pengenalan suatu jenis gulma dapat dilakukan dengan melihat keadaan morfologinya, habitatnya, dan bentuk pertumbuhanya. Berdasarkan habitatnya, tanaman ini dibagi atas dua, yaitu yang tumbuh di darat dan yang tumbuh di air. Yang tumbuh di air dibagi menjadi tiga, yaitu yang hidupnya terapung di permukaan air, yang tenggelam di dalam air, dan yang timbul ke permukaan tumbuh dari dasar. Eceng gondok masuk dalam kategori yang hidupnya terapung di permukaan air.
Dahulu kala, eceng gondok pertama kali ditemukan oleh seorang ilmuwan bernama Carl Friedrich Philipp von Martius, seorang ahli botani berkebangsaan Jerman pada tahun 1824. Ia menemukan enceng gondok tersebut ketika sedang melakukan ekspedisi di Sungai Amazon Brasil secara tidak sengaja.
Sementara di Indonesia sendiri, eceng gondok sering memiliki nama panggilan lain. Bagi orang-orang Palembang, enceng gondok dikenal sebagai Kelipuk, orang Lampung mengenalnya dengan nama Ringgak, orang Dayak mengenalnya dengan nama Ilung-ilung, sementara orang Manado mengenalnya dengan nama Tumpe.
Dikenal karena kemampuan tumbuh kembangnya yang cepat, tanaman yang tumbuh di kolam-kolam dangkal, tanah basah dan rawa, aliran air yang lambat, danau, tempat penampungan air, dan sungai ini dianggap sebagai tanaman yang dapat merusak lingkungan perairan. Hal itu karena eceng gondok mudah menyebar melalui saluran-saluran air.
Eceng gondok hidup mengapung di air dan kadang-kadang berakar dalam tanah. Dengan Tingginya sekitar 0,4 – 0,8 meter, enceng gondok merupakan tanaman yang tidak mempunyai batang dan berdaun tunggal yang berbentuk oval. Ujung dan pangkal daunnya meruncing, sementara pada pangkal tangkai daun menggelembung. Bunganya termasuk bunga majemuk, berbentuk bulir dan kelopak bunganya berbentuk tabung. Bijinya berbentuk bulat dan berwarna hitam, sementara akarnya merupakan akar serabut.
Pertumbuhan enceng gondok yang cepat terutama disebabkan oleh air yang mengandung nutrien yang tinggi, seperti nitrogen, fosfat, dan potasium. Kandungan garam dapat menghambat pertumbuhan eceng gondok seperti yang terjadi pada danau-danau di daerah pantai Afrika Barat. Dimana enceng gondok akan bertambah sepanjang musim hujan dan berkurang saat kandungan garam naik pada musim kemarau.
Eceng Gondok sebagai Komoditi Ekspor
Selama ini, kita mengenal eceng gondok ini sebagai gulma. Oleh karena itu, tak jarang orang sengaja membasmi keberadaan hama ini. Hal itu karena tumbuhan ini memang memberikan berbagai efek negatif, seperti:
- Meningkatnya evapotranspirasi (penguapan dan hilangnya air melalui daun-daun tanaman), karena daun-daunnya yang lebar dan serta pertumbuhannya yang cepat.
- Menurunnya jumlah cahaya yang masuk kedalam perairan sehingga menyebabkan menurunnya tingkat kelarutan oksigen dalam air.
- Tumbuhan eceng gondok yang sudah mati akan turun ke dasar perairan sehingga mempercepat terjadinya proses pendangkalan.
- Mengganggu lalu lintas (transportasi) air, khususnya bagi masyarakat yang kehidupannya masih tergantung dari sungai, seperti di pedalaman Kalimantan dan beberapa daerah lainnya.
- Meningkatnya habitat bagi vektor penyakit pada manusia.
- Menurunkan nilai estetika lingkungan perairan.
Namun, di balik berbagai efek negatif yang eceng gondok berikan, sebetulnya eceng gondok memberikan berbagai manfaat yang apabila digunakan secara tepat, tentu memberikan keuntungan tersendiri dalam penggunaannya. Eceng gondok mampu menangkap residu pestisida dan juga mampu menangkap polutan logam berat. Namun, kegunaannya yang bersifat komersil sehingga mampu menjadi komiditi ekspor adalah penggunaannya sebagai bentuk kerajinan yang berbasis enceng gondok.
Eceng gondok dengan pengolahannya yang tepat dapat menjadi berbagai barang kerajinan, seperti tas wanita, kopor, sendal, keranjang (tempat pakaian bekas), tatakan gelas, tikar, nampan dan sebagainya. Malah belakangan ini banyak dimanfaatkan untuk mendukung industri mebel dan furnitur sebagai pengganti rotan yang harganya semakin melangit.
Proses Pembuatan Eceng Gondok Menjadi Berbagai Barang Kerajinan
Pembuatan berbagai bentuk kerajinan dengan bahan enceng gondok ini membutuhkan proses yang cukup lama. Terlebih dahulu eceng gondok yang dikumpulkan kita keringkan di bawah sinar matahari selama 2 minggu. Setelah mengering, enceng gondok kemudian dibentuk menjadi kepangan.
Setelah berbentuk kepangan panjang, eceng gondok tersebut dianyam menjadi barang yang diinginkan. Mulai dari pot bunga, tempat sampah, box tissue, tas, topi, perlengakapan dapur hingga furnitur. Untuk meningkatkan daya beli, produk ini diberi lapisan pengilap seperti pernish dan berbagai aksesori pemanis lainnya yang membuat kerajinan enceng gondok ini tampil up to date dengan trend masa kini.
Produk yang dihasilkan memang sangat unik dan menarik, antara lain keperluan fashion accesoris yakni berbagai model tas, dompet, topi dan lain sebagainya. Selain itu juga diproduksi barang-barang untuk kebutuhan perlengkapan rumah tangga berupa sarung bantal, box-box tempat pakaian kotor, taplak meja dan lain sebagainya. Hampir 80% barang kerajinan enceng gondok saat ini diproduksi sesuai dengan permintaan atau pesanan pasar, sedangkan yang 20% adalah hasil kreativitas dari para pengrajin.
Ketika barang kerajinan enceng gondok mulai diperjualbelikan dan semakin terasa fungsi ekonomisnya, para petani tidak lagi membuat barang kerajinan enceng gondok sebagai pekerjaan sambilan, tetapi sudah menjadi mata pencaharian mereka. Bahkan sekarang sudah banyak masyarakat yang menggantungkan penghasilannya pada industri kerajinan ini.
Prospek Kerajinan Eceng Gondok sebagai Komoditas Ekspor Utama
Produk kerajinan eceng gondok saat ini sudah mencapai perdagangan ekspor karena hampir 70% produk kerajinan ini untuk eksport. Dimana para buyer dari luar negeri banyak yang melirik kerajinan ini. Kerajinan enceng gondok ini memiliki jangkauan berbagai negara, antara lain Amerika Serikat, Italia, Swiss, Paris, Eropa, dan Jepang serta masih banyak lagi negara yang menjadi tujuan ekspor. Kerajinan eceng gondok ini juga memiliki daerah pemasaran di kota-kota besar di Indonesia, seperti Bali, Jakarta, dan Bandung.
Melihat kenyataan tersebut, membuat kita menyadari betapa besarnya potensi dari kerajinan eceng gondok ini untuk menjadi sumber penghasilan baru bagi para petani yang kerap merasa terganggu oleh banyaknya populasi enceng gondok. Siapa yang sangka, gulma yang kehadiran awalnya sangat mengganggu ini dapat berubah menjadi menguntungkan. Anda tertarik untuk mencoba peluang kerajinan enceng gondok ini? Silakan mencoba!