Seringkali kita mendengar kata ‘saham’, namun kita pun tidak cukup memahami makna kata tersebut atau bahkan kurang tertarik dengan pengertian saham itu sendiri. Saham sering diasosiasikan dengan penanaman modal di perusahaan. Saham juga sering diidentikkan dengan masalah eksklusif kaum pebisnis sehingga banyak orang yang tak mau ambil pusing. Sebenarnya, bagaimana perjalanan panjang saham? Sejak kapan muncul? Dan apa yang bisa kita lakukan dengan saham ini?
Pengertian Saham
Saham memilik berbagai definisi. Beberapa ini beberapa pengertian saham yang telah dirangkum.
Menurut Fakhruddin dan Hadianto dalam buku Perangkat dan Model Analisis Investasi di Pasar Modal, saham didefinisikan sebagai tanda kepemilikan/ penyertaan seseorang atau sebuah badan dalam sebuah perusahaan atau perseroan terbatas.
Saham, dalam buku Pasar Modal di Indonesia (Darmadji dan Fakhruddin) juga bisa dijelaskan sebagai sebuah surat berharga yang menunjukkan kepemilikan seseorang atau sebuah badan hukum atas perusahaan penerbit saham.
Menurut Rusdin dalam buku Pasar Modal: Teori, Masalah, dan Kebijakan dalam Praktik, saham merupakan sertifikat yang menunjukkan bukti kepemilikan sebuah perusahaan; pemegang saham memiliki hak klaim dan aktiva perusahaan.
Menurut Eduardus Tandelilin dalam buku Analisis Investasi dan Manajemen Portofolio, saham merupakan surat bukti kepemilikan aset-aset perusahaan yang menerbitkan saham. Dengan memiliki saham sebuah perusahaan, investor memiliki hak terhadap pendapatan dan kekayaan perusahaan, setelah dikurangi pembayaran semua kewajiban perusahaan.
Menurut Mahmud M. Hanafi, Saham merupakan bukti kepemilikan; seseorang yang mempnyai saham (sebuah perusahaan) berarti memiliki perusahaan tersebut.
Untuk lebih mudahnya, bisa digambarkan jika ada tiga orang yang berniat untuk membangun sebuah jasa laundry. Mereka harus mengumpulkan modal untuk mendirikan perusahaan tersebut, mengurus akta pendirian, dan seterusnya. Modal yang digunakan ini akan ‘diubah’ menjadi surat pernyataan. Dan inilah yang disebut saham.
Ya, memang pada intinya saham adalah penjabaran ide tentang pembagian modal pada tiap-tiap orang yang ingin bergabung dalam membuat suatu usaha. Tentunya, misalnya ada tiga orang yang berniat membuat jasa laundry tadi, ada kemungkinan modal yang disetorkan tidak pukul rata. Ada yang memberikan 20 juta, 10 juta, atau lima juta saja. Dengan kenyataan ini, tentunya ada pembagian tersendiri.
Orang yang memberikan 20 juta sebagai modal, tentu akan memperoleh saham yang lebih besar. Ia menanggung risiko rugi yang lebih besar dibandingkan dua rekannya tadi. Maka, ketika ada pembagian keuntungan, ia pun mendapatkan keuntungan yang proporsinya lebih besar pula.
Sebaliknya, orang yang hanya menyetorkan modal awal sebesar 5 juta, tentu ketika perusahaan tersebut mengalami kerugian atau bahkan bangkrut tak bisa beroperasi lagi, kerugian yang didapatkan, tak sebesar si penyetor modal terbesar. Wajar jika ia pun mendapatkan persentase keuntungan yang lebih sedikit.
Sejarah Saham
Lalu, sejak kapan saham itu ada? Kita bisa merunut jejaknya hingga pada masa Romawi. Ketika itu pemerintahan Romawi mengembangkan mekanisme yang menjadi cikal bakal perusahaan saat ini. Pemerintah Romawi mengontrakkan layanan jasa kepada kaum Publican, yang merupakan kelompok pengusaha swasta.
Kaum ini menangani masalah logistik militer, mengelola pajak di sebuah tempat tertentu, atau menjadi kontraktor proyek pembangunan fasilitas-fasilitas umum. Sistem yang dipakai adalah sistem tender, kaum Publican menawarkan harga tertentu kepada pemerintah untuk mengerjakan sebuah proyek.
Seiring dengan perjalanan waktu, saham turut berkembang. Perusahaan yang benar-benar menerbitkan saham untuk pertama kalinya adalah VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie). Ketika itu, bangsa Eropa tengah melakukan ekspedisi besar-besaran ke Asia, dan mendapati bahwa rempah-rempah adalah komoditas yang laku keras di Benua Biru.
Belanda, dengan kekuatannya berhasil mengambil alih perdagangan komoditas ini dari Portugis dan Spanyol. Namun, dalam bisnis, persaingan ketat tak terhindarkan lagi. Perang antara negara-negara Eropa demi mendapatkan rempah-rempah terjadi, dan hal ini menyebabkan harga komoditas ini jatuh.
Selain itu, karena perang dan persaingan yang tinggi ini, muncul ancaman dalam setiap perdagangan rempah-rempah. Maka, tercetuslah ide untuk membentuk perusahaan nasional, yang tak lain tak bukan adalah VOC tersebut.
Titik keberhasilan VOC adalah keberanian para pemilik perusahaan ini untuk membuka peluang bagi publik untuk memiliki perusahaan, via penerbitan lembaran saham. Orang-orang Belanda berlomba-lomba mendapatkannya sejak Bursa Saham Amsterdam dibuka enam bulan setelah VOC berdiri, dan kokohlah modal keuangan VOC yang menyebabkan perusahaan ini menjadi perusahan terkuat pada masanya. Kekuasaan VOC sampai-sampai diistilahkan bagaikan negara dalam negara.
Keberhasilan Belanda membentuk pasar modal, kemudian diikuti oleh negara-negara Eropa lain, seperti Portugis, Prancis, Spantyol, dan Inggris. Kemudian, dari Inggris menyeberang ke Amerika Serikat. Di Indonesia sendiri, bursa efek pertama, dibentuk di Batavia (Jakarta) pada 14 Desember 1912 oleh Belanda dan menjadi titik tolak bergeraknya pasar modal di negara kita.
Jenis Saham
Ada dua jenis saham secara umum, yang dipisahkan berdasarkan hak kepemilikannya, yaitu saham biasa dan saham preferen. Keduanya berbeda dalam pengambilan suara (voting), pembagian deviden, dan seterusnya. Saham yang lebih umum, yaitu saham biasa.
Definisi saham biasa adalah sertifikat/piagam yang merupakan bukti sang pemilik saham memiliki sebagian/ keseluruhan perusahaan. Pemilik saham biasa memperoleh hak untuk menerima sebagian deviden (pendapatan tetap) sebuah perusahaan. Namun, sebagai konsekuensinya, pemilik saham biasa juga berkewajiban menanggung risiko kerugian yang dialami perusahaan yang sahamnya dimiliki olehnya.
Seperti yang sudah dijelaskan di atas, pemilik saham biasa memiliki ‘keuntungan’ berupa hak untuk turut serta dalam mengelola perusahaan yang dimilikinya, tentu sesuai dengan porsi hak suara yang dipunyainya. Dan tentunya pula, hak suara tersebut ditentukan oleh besar atau kecilnya saham orang tersebut dalam sebuah perusahaan. Semakin besar persentase saham yang dipunyai, maka pemilik saham biasa lebih berwenang dalam mengontrol atau mengarahkan operasi perusahaan tersebut.
Kontras dengan saham biasa, adalah saham preferen. Saham ini merupakan saham yang pemiliknya memiliki hak ekstra dibandingkan dengan saham biasa. Ya, ada kelebihan-kelebihan tersendiri yang membuatnya ‘lebih unggul’. Pemilik saham preferen tidak mempunyai hak suara. Ia berhak mendapatkan dividen (pendapatan tetap) dalam jumlah tertentu, dengan prioritas didahulukan daripada pemegang saham biasa. Selain itu, ia juga diprioritaskan jika terjadi likuidasi.
Baca juga: Rekomendasi Aplikasi Saham Terbaik di Indonesia Saat Ini
Saham preferen sendiri terbagi dalam beberapa varian, di antaranya:
- Saham Preferen Kumulatif – Jika perusahaan/perseroan gagal membayar dividen kepada pemegang saham pada tahun tertentu, maka dividen ini dibayarkan pada tahun berikutnya, sebelum laba dibagikan pada pemegang saham biasa.
- Saham Preferen partisipasi – Pemilik saham preferen jenis ini tetap berhak membagi keuntungan (laba) yang dinyatakan sebagai dividen kepada pemegang saham biasa, setelah menerima dividen.
- Saham Preferen Konvertibel – Pemegang saham ini berhak menukar saham preferennya menjadi saham biasa berdasaran rasio yang sudah ditentukan sebelumnya.
- Saham Preferen yang Dapat Ditarik – Perusahaan yang menerbitkan saham diizinkan menarik atau menebus saham preferen yang sudah beredar, pada waktu tertentu di kemudian hari, dengan harga yang sudah disepakati.
- Saham Preferen yang Dapat Ditebus – Periode penebusan saham preferen ini tidak dapat dikendalikan perusahaan yang menerbitkan saham.
Nah, itulah penjelasan mengenai pengertian saham dan hal-hal pendukung lainnya. Semoga bermanfaaat.